Tulisan oleh: P.S Susanto (Dokter Umum)
Virus varian baru menjadi topik hangat di masa pandemi. Berita mengenai virus baru yang kebal terhadap vaksin pun bermunculan dan menjadi justifikasi untuk urung melakukan vaksinasi. Beberapa justru menunjuk vaksin sebagai dalang terbentuknya varian baru. Benarkah demikian? Jawabannya tidak semudah mengatakan “ya” atau “tidak”. Memang, vaksin turut andil dalam proses adaptasi virus terhadap lingkungan sehingga menimbulkan kemunculan varian baru. Namun, sebelum terburu-buru menarik kesimpulan, proses adaptasi virus yang berujung pada pembentukan varian baru pun dapat terjadi secara alamiah tanpa intervensi vaksin.
Siklus Hidup Virus dan Pembentukan Virus Varian Baru
Virus adalah suatu organisme mikroskopis sederhana yang hanya terdiri dari materi genetik dan selubung protein. Virus memiliki dua jenis materi genetik: DNA atau RNA. Materi genetik adalah suatu molekul yang berisi instruksi atau cetak biru suatu organisme tentang bagaimana organisme tersebut akan terbentuk atau berfungsi, dan molekul ini diturunkan dari generasi sebelumnya atau orang tua. Ketika bereproduksi, materi genetik virus baru akan diturunkan dari materi genetik virus sebelumnya. Keseluruhan percampuran gen ini disebut sebagai “kubangan gen” (gene pool). Virus berkembang biak dengan cara “membajak” sistem reproduksi sel inang sebagai alat untuk membentuk anakannya sendiri. Untuk dapat berkembang biak, materi genetik virus akan disalin dan disunting untuk memastikan bahwa salinan materi genetik virus baru sama dengan materi genetik virus sebelumnya.
Kemunculan virus varian baru disebabkan oleh perubahan materi genetik anakan virus, disebut juga dengan mutasi. Variasi ini dapat terjadi akibat dua hal: rekombinasi, pertukaran materi genetik antar dua jenis virus atau lebih dalam satu sel inang; dan mutasi acak, perubahan susunan DNA atau RNA pada suatu virus. Jenis virus RNA memiliki kemampuan penyuntingan materi genetik dengan tingkat kesalahan lebih tinggi dibanding DNA. Oleh karena itu, virus dengan materi genetik RNA lebih rentan terhadap mutasi. Selain itu virus berkembang biak jauh lebih cepat dibanding manusia, sehingga variasi pada kubangan gen virus jauh lebih beragam. Hal ini menyebabkan virus lebih rentan terhadap rekombinasi dan melahirkan varian baru.
Vaksin dan Potensi Terbentuknya Virus Varian Baru
Vaksin bekerja dengan mekanisme yang sangat kompleks. Sederhananya, vaksin adalah representasi virus agar dapat dikenali oleh sistem imun tubuh. Representasi virus dalam vaksin dapat berupa komponen tertentu dari virus atau organisme itu sendiri yang telah mati atau dilemahkan. Sistem imun bekerja dengan cara mengenali, mengingat, dan membentuk “senjata” untuk melawan patogen (zat atau organisme asing yang berpotensi menyebabkan penyakit). Melalui vaksin, sistem imun
mampu melawan virus dengan senjata yang spesifik saat terinfeksi. Bisa dikatakan, vaksinasi adalah bentuk adaptasi sistem imun terhadap suatu virus tertentu secara eksternal.
Namun, virus pun memiliki bentuk adaptasinya sendiri terhadap perubahan lingkungan. Tidak seperti manusia, virus memiliki materi genetik yang jauh lebih sederhana. Kemampuan berkembangbiaknya pun jauh lebih cepat. Hanya dalam tiga hari, 1 mililiter darah organisme inang dapat mengandung 100 miliar komponen virus. Angka yang sama dengan jumlah bintang di Milky Way!. Artinya, semakin cepat laju replikasi, semakin tinggi kans mutasinya. Virus memiliki tingkat mutasi 100.000 kali lebih tinggi dari sel manusia. Karena materi genetik virus mengalami perubahan dengan cepat, imunitas yang dibangun oleh vaksin pun akan menurun seiring waktu. Bisa dibilang, virus telah berubah menjadi varian baru yang memiliki perbedaan komponen dari kandungan yang diperkenalkan oleh vaksin sehingga sistem imun mesti kembali beradaptasi dengan patogen baru. Proses ini disebut dengan evolusi alamiah.
Penurunan efektivitas vaksin oleh evolusi alamiah berbeda dengan evolusi virus yang dipicu oleh vaksin itu sendiri. Vaksinasi juga bisa dilihat sebagai perubahan lingkungan bagi virus, terutama pada vaksin yang hanya mengandung komponen virus sebagai “tanda pengenal” untuk dipresentasikan kepada sistem imun. Saat lingkungan dalam inang cenderung terus menyerang virus melalui komponen tertentu, maka akan terjadi perubahan populasi virus yang mampu bertahan hidup dalam lingkungan tersebut. Misalnya, sistem imun yang mengenali virus berdasarkan komponen A dari vaksin akan menyerang virus yang memiliki komponen A. Sementara varian virus yang tidak memiliki komponen A akibat mutasi memiliki peluang bertahan hidup lebih besar. Represi spesifik oleh vaksin pun memicu virus untuk tidak memproduksi komponen A sebagai bentuk adaptasi lingkungan agar dapat bertahan hidup. Lambat laun, proses seleksi ini akan menimbulkan peningkatan populasi varian virus tanpa komponen A, resisten terhadap vaksin.
Vaksinasi Sebagai Pengendali Populasi Virus Varian Baru
Membicarakan perihal potensi vaksin sebagai pemicu virus varian baru memang berisiko menimbulkan ketakutan dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap manfaat vaksinasi. Meskipun hal ini tidak bisa dipungkiri, tetapi vaksinasi tetap memberikan berbagai keuntungan. Vaksin dapat dipandang sebagai penyaring pola mutasi virus.
Bagaimanapun, virus akan tetap membentuk varian baru meski tanpa adanya intervensi vaksin. Mutasi alamiah ini terjadi secara acak seiring dengan perubahan lingkungan tanpa bisa diprediksi. Melalui vaksinasi, pola mutasi virus yang mampu bertahan hidup bisa direduksi sehingga lebih dapat terprediksi. Di sisi lain, vaksinasi mempercepat pemutusan rantai mutasi akibat replikasi virus dalam sel inang. Pada dasarnya, semakin banyak virus bereplikasi, semakin banyak pula variasi materi genetik yang dihasilkan. Sistem imun yang tanggap mengeradikasi virus variasi awal akan menurunkan laju mutasi, meskipun faktor ini bukan satu-satunya.
Justru, mereka yang tidak melakukan vaksinasi bisa menjadi “ladang” eksperimen virus untuk mengatur susunan materi genetik yang paling menguntungkan dalam bertahan hidup. Evolusi virus varian baru memang tidak dapat dihindari sepenuhnya sebagai bagian dari mekanisme alamiah. Namun, vaksinasi pun tidak berbeda dengan adaptasi manusia untuk bertahan hidup di tengah perubahan lingkungan. Dengan merancang mekanisme kerja vaksin semirip mungkin dengan komponen dan pola mutasi virus, bukan tidak mungkin evolusi alamiah virus dapat diminimalisir.
Referensi:
- Williams, T. C., & Burgers, W. A. (2021). SARS-CoV-2 evolution and vaccines: cause for concern? The Lancet Respiratory Medicine, 9(4), 333–335.
- Hanley, K.A. (2011) The Double-Edged Sword: How Evolution Can Make or Break a Live-Attenuated Virus Vaccine. Evo Edu Outreach 4, 635–643.
- Moore JP, Offit PA. (2021). SARS-CoV-2 Vaccines and the Growing Threat of Viral Variants. JAMA. 325(9):821–822