Stroke adalah suatu bentuk kerusakan di otak yang timbul tiba-tiba, progresif akibat gangguan sirkulasi darah otak non traumatik. Hambatan tersebut mengakibatkan gejala diantaranya kelumpuhan sisi wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar dan tidak jelas (pelo), perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain.

Pada pasien stroke 70%-80% pasien mengalami hemiparesis (kelemahan otot pada salah satu sisi bagian tubuh) dengan 20% dapat mengalami peningkatan fungsi motorik dan sekitar 50% mengalami gejala sisa berupa gangguan fungsi motorik/ kelemahan otot pada anggota ekstermitas bila tidak mendapatkan pilihan terapi yang baik dalam intervensi keperawatan maupun rehabilitasi pasca stroke (Agusman, 2017).



Salah satu terapi baru yang dilakukan untuk memulihkan kekuatan otot pada pasien stroke dengan hemiparesis adalah terapi cermin atau mirror therapy. Terapi cermin adalah bentuk rehabilitasi yang mengandalkan pembayangan motorik, dimana cermin akan memberikan stimulasi visual ilusi pada fungsi anggota gerak yang hemiparesis sehingga dapat membantu dan memperbaiki atau mengembalikan interaksi normal antara kemauan dan kemampuan untuk menggerakan anggota gerak (motorik) dengan umpan balik sensoris yang diperlukan.

Terapi cermin merupakan terapi yang dibutuhkan untuk dapat menjadi alternatif lain dalam meningkatkan kekuatan otot pasien stroke dalam membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia yaitu aktivitas dan istirahat. Intervensi terapi ini sangat direkomendasikan untuk dilakukan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan hemiparese sesuai standar prosedur operasional (SPO).

Keuntungan dari terapi cermin adalah terbentuknya kemandirian dan partisipasi aktif dari klien dalam meningkatkan kemampuan visual sensorik dan motorik untuk peningkatan kekuatan otot.  Selain itu intervensi ini mudah dilakukan dan tidak memerlukan biaya mahal yang dapat membebani keluarga.

Terapi cermin bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot dan mobilitas pada pasien stroke dengan hemiparesis. Terapi cermin dilakukan dengan cara melihat dan menggerakan anggota gerak yang sehat di depan cermin dan yang sakit di belakang cermin (bilateral training). Hal ini bertujuan menciptakan ilusi visual (input sensoris) pemulihan motorik anggota gerak yang paresis (Michielsen et al., 2010). Dari beberapa penelitian, pelaksanaan terapi cermin dilakukan selama 25-30 menit, 2 kali sehari, 5 kali seminggu yang dilakukan selama 4 minggu.

Prosedur pelaksanaan terapi cermin

Prosedur mirror therapy dilakukan dengan cara mengatur posisi tubuh klien sewaktu melakukan latihan seperti, posisi duduk atau stengah duduk dan meletakan cermin diantara kedua lengan/ tungkai. Selanjutnya menginstruksikan kepada klien agar lengan/ tungkai yang sehat di gerakan fleksi dan ekstensi, ke atas dan ke bawah.

Saat lengan/ tungkai digerakan, pasien dianjurkan untuk melihat cermin yang ada kemudian klien disarankan untuk merasakan bahwa lengan/ tungkai yang mengalami paresis turut bergerak. Demikian diulang-ulang selama 2 minggu dengan dosis 1 kali sehari, dengan durasi 5-7 menit sebanyak 8 kali gerakan ulang dalam satu kali latihan.

  1. Atur posisi tubuh pasien duduk atau setengah duduk
  2. Letakan cermin di antara kedua lengan/ tungkai
  3. Instruksikan kepada pasien agar lengan / tungkai yang sehat di gerakan (ke atas dan ke bawah) di depan cermin dan di ikuti oleh lengan / tungkai yang sakit di belakang cermin
  4. Saat menggerakan lengan / tungkai, anjurkan pasien untuk melihat gerakan di depan cermin kemudian sarankan untuk merasakan atau membayangkan bahwa lengan / tungkai yang mengalami paresis turut bergerak
  5. Gerakan lengan/ tungkai dilakukan berulang-ulang masing-masing 8 kali gerakan selama 10 menit.
  6. Evaluasi respon klien selama dilakukan tindakan.

Penurunan kekuatan otot dengan paralisis total atau tidak adanya kontraksi otot dan gerakan yang terbatas tidak mampu melawan gravitasi pada salah satu bagian sisi tubuh (hemiparese) pasien stroke disebabkan oleh adanya kerusakan saraf.



Terapi cermin dilakukan untuk melatih menggerakkan tangan dan kaki yang sakit dengan mengandalkan cermin yang diletakan diantara kedua tangan atau kaki maka tangan atau kaki yang sakit dengan adanya bayangan cermin akan berangsur-angsur mengikuti gerakan tangan atau kaki yang normal karena adanya pemberitahuan dari mata pada otak yang merangsang saraf motorik untuk menggerakkan tangan dan kaki yang sakit seperti tangan dan kaki yang normal.

Keberhasilan mirror therapy untuk kekuatan otot pasien stroke dapat dipengaruhi oleh kedisiplinan dalam melakukan terapi tersebut setiap hari di ulang-ulang 8 kali gerakan (fleksi dan ekstensi) selama 10 menit sesuai dengan prosedur dan waktu yang tepat sehingga hasil yang didapatkan juga memiliki perubahan yang lebih baik walaupun hanya mengalami perubahan sedikit saja.


Sumber:

  • Literature Review oleh Diman Apriyandi Manto dengan judul “Pengaruh Mirror Therapy terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Pasien.