Gustinerz.com | Asma merupakan inflamasi kronik pada jalan nafas yang disebabkan oleh hiperresponsivitas jalan nafas, edema mukosa dan produksi mucus berlebih. Inflamasi ini biasanya kambuh dengan tanda pada episode asthma seperti batuk, dada sesak, wheezing dan dyspnea (Smeltzer, Suzanne C. O’Connell., Bare, 2008). Kasus asma di seluruh dunia pada tahun 2004 berdasarkan survey Global Initiative For Asthma (GINA) mencapai 300 juta orang.

Pengobatan untuk asma dibedakan atas dua macam yaitu pengobatan secara farmakologis dan non farmakologis. Terdapat dua golongan medikasi secara farmakologis yakni pengobatan jangka panjang dan pengobatan cepat atau quick relief sebagai pereda gejala yang dikombinasikan sesuai kebutuhan (Smeltzer, Suzanne C. O’Connell., Bare, 2008). Bentuk pengobatan nonfarmakologis adalah pengobatan komplementer yang meliputi breathing technique (teknik pernafasan), acupunture, exercise theraphy, psychological therapies, manual therapies (Council, 2006)

Metode Buteyko adalah serangkaian latihan pernapasan sederhana. Metode ini memiliki ciri khusus yang lebih memfokuskan pada menurunkan frekuensi pernapasan. Penderita asma akan mengalami hiperventilasi yang menyebabkan rendahnya kadar CO2 dan akibatnya oksigenasi akan semakin berkurang. Frekuensi napas yang optimal dengan penurunan frekuensi pernapasan membawa kadar CO2 pada kadar normal, sehingga oksigenasi akan optimal.



Penelitian yang ditelaah dalam artikel ini mengemukakan bahwa terapi buteyko dapat mengontrol terjadinya asma. Pada Penelitian Efektivitas Teknik Pernafasan Buteyko Terhadap Pengontrolan Asma Di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Semarang mengemukakan bahwa terjadi Peningkatan Rata- rata pengontrolan asma dari Sebelum Terapi 20,35 dan sesudah terapi : 21,29. Fawas Murtadho Santoso dkk (2014) dengan judul Perbandingan Latihan Nafas Buteyco dan Upper Body Exercise Arus Puncak Ekspirasi Pada Pasien Dengan Asma Bronkiale mengemukakan bahwa Nilai APE ukur, kurang dari nilai normal pada sebelum latihan Buteyko, rerata nilai 161 L/min dan nilai APE ukur sebelum upper body exercisererata nilai 183 L/min. Nilai prediksi APE sebelum latihan Buteyko termasuk dalam kriteria asma berat dan sebelum upper body exercise termasuk dalam kriteria asma berat. sesudah latihan Buteykorerata nilai 278 L/min dan sesudah upper body exercisererata nilai 313 L/min. Nilai prediksi APE sesudah latihan Buteyko nilai prediksi APE termasuk dalam kriteria asma berat dan sesudah upperbody exercise nilai prediksi APE termasuk dalam kriteria asma sedang.

Penelitian lain yang mendukung yaitu Cowie dkk (2007) dengan judul Buteyco Technique as an Adjunct to conventional management of asthma mengemukakan bahwa Pengontrolan asma pada kelompok buteyko meningkat dari 40% menjadi 79 %, sedangkan pada kelompok control meningkat dari 44% menjadi 72 %. Kunjungan IGD kelompok buteyko 1x sedangkan kelompok control 4x Terjadi penurunan penggunaan kortikosteroid pada kelompok buteyko. Pada beberapa artikel jurnal disebutkan bahwa terapi buteyko ini dapat meningkatkan Control Pause, memperbaiki APE selain itu dapat menurunkan penggunaan kortikosteroid. Sedangkan menurut Melastuti (2015), Pengontrolan asma sebelum dilakukan tehnik pernafasan Buteyko adalah 20,35 kemudian menjadi 21,29 setelah dilakukan tehnik pernafasan Buteyko.

Jurnal yang telah ditelaah menunjukkan bahwa manajemen asma dengan terapi konvensional seperti latihan nafas salah satunya terapi buteyko membuktikan dapat memberikan pengaruh yang signifikan. Pengaruh tersebut terjadi pada pengontrolan asma peningkat, penurunan penggunaan inhaler kortikosteroid, peningkatan control pause dan penurunan jumlah kunjungan penderita asma ke emergency room selama 6 bulan terakhir.

Hal tersebut membuktikan bahwa terapi buteyko dapat diterapkan pada penderita asma sebagai terapi komplementer (non farmakologis) karena efektif dari segi biaya, prosedur sederhana dan tidak terdapat efek samping yang ditemukan. Namun untuk mencegah terjadi komplikasi yang tidak diharapkan, maka dianjurkan melakukan terapi buteyko tersebut pada penderita asma persisten sedang dengan gejala tiap hari dan serangan mengganggu aktivitas dan tidur serta membutuhkan bronkodilator tiap hari dan gejala malam lebih dari satu kali seminggu. < Beranda

Sumber: Literature Review (Annisa Nur Nazmi, Julvainda Eka, Auliasari Siskaningrum, & Heri Sasongko).