Esai oleh: DANNY DES KARTYKO LAKORO (Semester 7C)

Tantangan yang dihadapi oleh Indonesia

Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyak Negara yang sedang berkembang di dunia. Tentu saja dalam perkembanganya menuju Negara maju Indonesia banyak sekali mendapatkan tantangan. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia adalah hadirnya anak-anak penyandang disabilitas termasuk penyandang tunanetra di dalamnya. Berdasarkan data terbaru yang di keluarkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa prevalensi data penyandang disabilitas yaitu penyandang tuna grahita sebesar 0,14%, tuna netra sebesar 0,17%, tuna wicara sebesar 0,14%, Down syndrome sebesar 0,13%, tuna daksa (cacat anggota badan) sebesar 0,08%, bibir sumbing 0,08% dan tuna rungu sebesar 0,07% dengan jenis kecacatan tertinggi adalah tunanetra.

Yang menjadi permasalahnya sekarang adalah bukan seberapa banyak jumlah penyandang disabilitas namun seberapa banyak orang yang peduli terhadap keberadaan mereka. Dan inilah fenomena yang terjadi dan dialami oleh Negara Indonesia sekarang yaitu kurangnya kepedulian terhadap anak-anak penyandang disabilitas khusunya anak-anak tunanetra karena sebagian besar orang memberi stigma bahwa anak-anak tunanetra adalah anak-anak yang memiliki keterbatasan dan tidak mampu melakukan sesuatu dikarenakan telah hilangnya salah satu fungsi organ utama dan penting dalam tubuh yaitu penglihatan. Akibat dari stigma inilah yang membuat sebagian besar orang tidak mau peduli yang menyebabkan kurangnya pemahaman tentang permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak tunanetra.



Masalah yang dihadapi oleh anak-anak tunanetra

Masalah utama yang dihadapi penyandang tunanetra adalah ketergantungan terhadap orang lain dan salah satunya yaitu ketergantungan terhadap melakukan perawatan diri sendiri. Masalah ketergantungan melakukan perawatan diri ini yang sering terjadi pada kelompok anak-anak. Hal inipun dibuktikan dalam Survei Rumah Tangga yang dilakukan UNICEF dan University of Wisconsin (2008) untuk memantau kondisi kesehatan di negara berkembang memperoleh data bahwa terdapat 52,4% anak usia 6-9 tahun yang berada di sekolah yang mengalami cacat/disabilitas  termasuk tunanetra tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri termasuk perawatan diri didalamnya.

Berdasarkan teori perkembangan Erickson, anak pada tahap usia sekolah (6-18 tahun) mempunyai masalah industry vs inferiority, yang berarti anak pada usia ini diharapkan mampu mendapatkan kepuasan dari kemandirian yang diperoleh melalui lingkungan sekitar serta interaksi dengan teman sebaya. Pada tahap ini anak juga belajar untuk bersaing (sifat kompetitif) melalui proses pendidikan, bersifat kooperatif dengan orang lain dan belajar peraturan-peraturan yang berlaku. Hal yang dianggap berbahaya pada fase ini adalah apabila pada anak berkembang kepribadian inferiority (rendah diri).

Salah satu penyebab timbulnya inferioritas pada anak adalah tidak mampu melakukan perawatan diri secara mandiri (Jahja, 2011). Selain itu mengingat perkembangan motorik anak tunanetra cenderung lambat akibat dari tidak terkoordinasinya sistem persyarafan dan otot dengan fungsi psikis (kognitif, afektif, dan konatif) serta kesempatan dari lingkungan secara baik, ditakutkan ketidakmampuan dan ketidaktahuan melakukan perawatan diri secara mandiri tersebut akan terbawa sampai anak itu beranjak dewasa. Selain itu, akibat dari keterbatasan fisik inilah yang menyebabkan kurangnya penyandang tunanetra untuk mendapatkan akses terhadap informasi mengenai perawatan diri yang benar, yang apabila diabaikan akan menyebabkan pengabaian perawatan diri pada diri mereka sendiri dan tidak menutup kemungkinan akan sangat memepengaruhi kondisi kesehatan mereka.

Peran Mahasiswa Keperawatan Sebagai Agent of Change

Menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) tahun 2012 pelayanan keperawatan meliputi pelayanan fisiologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural yang diberikan kepada klien karena ketidakmampuan, ketidakmauan dan ketidaktahuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasar yang terganggu baik aktual maupun potensial dan menurut Orem tahun 1971, pelayanan keperawatan penting ketika klien tidak dapat memenuhi kebutuhan biologis, psikologis perkembangan atau sosial (Perry & Potter, 2010). Peran perawat salah satunya juga sebagai pemberi asuhan keperawatan di mana perawat memperhatikan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan kesehatan dari yang sederhana sampai yang kompleks (Aziz, 2008).

Maka dari itu sangat perlu adanya kehadiran perawat untuk membantu mengatasi permasalah tersebut. Salah satunya yaitu pemberian layanan kesehatan yang sederhana berupa pedidikan kesehatan mengingat salah satu tugas perawat adalah mendidik, dimana dapat dilakukan melalui sebuah penyuluhan. Maka dari itu dibutuhkan peran andil mahasiswa keperawatan sebagai agen of change di dalamnya yaitu dengan cara melahirkan sebuah ide atau metode penyuluhan terbaru dan efektif kepada anak-anak tunanetra.

Para ahli dalam bidang orientasi dan mobilitas mengemukakan bahwa supaya anak tunanetra dapat bergerak leluasa dalam bersosialisasi, maka ia harus mendapatkan latihan orientasi dan mobilitas seperti; keleluasaan gerak dan latihan mengembangkan fungsi indera lainnya (Dodds et al dalam Hallahan dan Kaufman,1991).  Berangkat dari hal tersebut dan permasalahan-permasalahan diatas, penulis tertarik memberikan sebuah solusi berupa sebuah media penyuluhan yang  dapat melatih anak-anak tunanetra untuk bergerak dan bersosalisasi melalui latihan orientasi dan mobilitas.

Media pandai berbasis self care fun learning

Media ini dinamakan media pandai ( phantom dan audio ) penggunaan kedua media ini bertujuan untuk mengembangkan dan melatih fungsi indra yang masih berfungsi pada tunanetra yaitu perabaan dan pendengaran yang  di aplikasikan dengan cara metode fun learning yang di dalamnya juga memanfaatkan teknologi penggunan media . Fun learning sendiri  berarti  belajar sambil bermain. Sehingga tercipatnya suasana belajar yang menyenangkan dan efektif  pada anak-anak tunanetra. Untuk mengaplikasikan  metode fun learning maka akan di implementasikan dalam beberapa tahap kegiatan yaitu phantom learning, audio learning dan games pandai.

Phantom fun learning sendri yakni  dimana para anak-amak penyandang tunanetra akan memanfaatkan indra peraba mereka untuk menyentuh dan meraba bagian-bagian tubuh dari phantom tersebut dan sekaligus ini menjadi bagian dari orientasi atau pengenalan bentuk-bentuk tubuh pada mereka baik dari kepala sampai kaki. Setelah itu dengan media phantom tersebut mereka akan di ajarkan tentang bagaimana cara melakukan perawatan  yang baik dan benar pada anggota-anggota tubuh.

Audio laerning, pada tahap ini anak-anak tunanetra akan belajar mengenai perawatan diri melalui sebuah musik dengan lagu yang sederhana. Namun sebelumnya akan di buat sebuah aplikasi android khusus anak tunanetra. Penggunaanya hanya sederhana, yaitu hanya perlu mengetuk layar ponsel sebanyak dua kali maka akan terdengar musik-musik yang berisikan tentang pesan dan cara melakukan perawatan diri . penggunaan music ini sanagat efektif untuk meningkatakan daya tangkap dan daya ingat anak-anak tunanetra. Dan dengan penggunaan aplikasi ini, secara tidak langsung para anak-anak tuanetra ikut merasakan perkembangan teknologi.

Games pandai, tahap ini merupakan salah satuh bentuk evaluasi  dengan menggunakan metode bermain agar para anak-anak tunanetra  tidak merasa ketakutan karena di uji tapi akan merasa jauh lebih menyenagkan dan semangat. Dimana pada tahapan ini siswa akan bermain menggunakan media phantom.  Melalui indra perabaaan, mereka akan menentukan bentuk tubuh yang mereka raba atau sentuh kemudian akan memperagakan dan mepraktikan cara merawat atau menjaga kebersihan diri pada bentuk tubuh yang mereka sentuh, dan secara tidak langsung pun anak-anak tunanetra dapat bersosialisasi kepa orang lain tentang bagaimana cara merawat diri.

Maka melalui media ini diharapkan agar terbentuknya kemandirian dalam merawat diri pada anak-anak tunanetra dan terciptanya sebuah media penyuluhan terbaru, inofatif kreatif serta efektif yang dapat digunaka pada anak-anak tunanetra. Dan secara tidak langsungpun anak-anak yang berkebutuhan khusus merasakan perkembangan teknologi revolusi industri  4.0 serta mendaptakan hak-haknya untuk menggunakan teknologi.

36 Comments