Esai oleh: Nova Novianti Lamangida (Semester 3/A)

Maraknya penyebaran Covid-19 di Indonesia membuat pemerintah harus sigap dalam mengambil suatu keputusan untuk lebih menekan dan mengurangi angka kasus Covid-19. Menurut Ketua Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito bahwa kasus Covid-19 harian meledak hingga 9.321 kasus pada 7 Januari. Hal ini tentunya menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia (Kompas.id, 2021). Namun seiring berjalannya waktu, para ilmuwan yang ada di berbagai negara akhirnya berhasil mengembangkan dan menghadirkan vaksin yang dapat melindungi dan menciptakan kekebalan tubuh bagi manusia sehingga dapat terhindar dari paparan Covid-19. Selain sebagai pelindung diri, vaksin juga ternyata memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Nah, vaksin-vaksin ini kemudian didistribusikan di berbagai negara termasuk di Indonesia.

Hingga saat ini upaya yang sedang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menahan laju penularan Covid-19 yakni dengan memberikan vaksin kepada seluruh masyarakat Indonesia dimana upaya yang dilaksanakan ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang pengadaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19 (Melinda Malau, dkk, 2021:99). Seperti yang kita ketahui bahwa vaksin merupakan produk biologi yang telah berisi antigen berupa mikroorganisme atau suatu zat yang sudah diolah sedemikian rupa dan telah teruji klinis tingkat keamanannya sehingga bila diberikan kepada seseorang akan membuat kekebalan tubuh secara aktif terhadap suatu penyakit tertentu seperti virus sehingga ketika seseorang terpapar dengan virus maka dia tidak akan sakit ataupun hanya akan mengalami sakit ringan atau sakit biasa (Dinkes, Surakarta, 2021).



Di samping itu, tujuan dilaksanakannya vaksinasi Covid-19 tidak lain untuk menjaga imun tubuh seseorang atau suatu kelompok masyarakat agar tubuh dengan cepat mampu mengenali dan melawan antigen berupa virus, bakteri, parasit dan lainnya yang dapat menyebabkan suatu infeksi. Selain itu, vaksinasi juga bertujuan untuk mendorong pembentukan herd immunity atau kekebalan kelompok sehingga diharapkan dapat melindungi masyarakat yang tidak dapat divaksin seperti pada anak, ibu hamil, penderita penyakit auotoimun, dan penderita imunodefisiensi. Kekebalan kelompok bisa tercapai apabila pelaksanaan vaksinasinya tinggi dan telah merata di seluruh wilayah. Jika dilihat dari sisi ekonomi, upaya pencegahan melalui pemberian vaksinasi justru dinilai jauh lebih hemat biaya dibandingkan dengan upaya pengobatannya (Indriyanti, 2021:31).

Namun, seperti yang kita lihat sekarang ini bahwa walaupun adanya pelaksanaan program vaksinasi Covid-19 secara gratis yang diadakan oleh pemerintah Indonesia, tidak lantas membuat seluruh masyarakat merasa antusias.  Beberapa masyarakat masih ragu dan belum sepenuhnya menerima pelaksanaan vaksinasi tersebut. Berbagai macam alasan yang dikeluhkan oleh masyarakat seperti adanya penyakit bawaan, ibu hamil dan menyusui hingga berbagai alasan lainnya. Hal ini terjadi karena banyaknya masyarakat yang menerima berita atau isu-isu yang keliru mengenai pemberian vaksinasi Covid-19 seperti kehalallan vaksinasi, isi yang terkandung dalam vaksin, daya guna, efek samping, serta keterjaminannya vaksin. Selain itu, alasan masyarakat tidak ingin divaksin juga ditunjukkan dengan adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap virus, kurangnya informasi mengenai vaksin, pengaruh lingkungan dan orang-orang terdekat, serta berbagai alasan lainnya. Padahal pemerintah tentunya telah memastikan bahwa hanya akan menyediakan vaksin yang sudah terjamin melalui uji klinisnya dan yang telah ditetapkan oleh WHO (Sukmana, 2021).

Ini tentu saja menjadi tantangan besar bagi pemerintah. Mengingat pemerintah Indonesia membutuhkan waktu sekita 15 bulan (mulai Januari 2021 hingga Maret 2022) untuk dapat menuntaskan program vaksinasi COVID-19 di 34 provinsi (Kemkes, 2021). Sementara itu, menurut Our World In Data, hingga saat ini sebanyak 16,2% masyarakat dunia telah menerima vaksin Covid-19. Secara detail, angka vaksinasi tertinggi diisi oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan negara Eropa, yang telah menyuntikkan lebih dari 50% populasinya dengan vaksin (Tommy Sorongan, 2021).

Maka dari itu, untuk menanggulangi permasalahan tersebut, tentunya dibutuhkan peran mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan dalam mengsosialisasikan program vaksinasi dengan memanfaatkan media sosial sebagai jalan agar masyarakat bisa menerima pemberian vaksin Covid 19 sekaligus menambah pengetahuan mengenai vaksin Covid-19. Selain itu, pemanfaatan media sosial oleh mahasiswa keperawatan juga merupakan solusi bagi pemerintah Indonesia dalam meningkatkan dan juga menuntaskan pemberian vaksinasi kepada masyarakat Indonesia.

Pemanfaatan media sosial juga dapat memudahkan masyarakat umum dalam menjangkau berbagai informasi terkait vaksinasi, dengan memberikan informasi-informasi yang aktual serta terpercaya sehingga dapat meyakinkan masyarakat terkait vaksinasi. Maka hal tersebut dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya vaksinasi.

Mahasiswa sebagai agent of social control dalam pemberian informasi juga harus bijak dalam menyebarluaskan informasi, terkait informasi-informasi yang di berikan kepada masyarakat harus benar-benar aktual bersumber dari sumber yang terpercaya, tidak memberikan informasi palsu serta memberikan opini-opini dan penjelasan yang mengada-ngada. Karena hal tersebut akan berakibat buruk pada masyarakat serta penggunaan media sosial yang sulit untuk diterima dan tidak terpercaya lagi.

Hal yang mendukung pemanfaatan ini juga yaitu saat ini masyarakat telah banyak terpapar teknologi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik terkait Perkembangan Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi bahwa dalam lima tahun terakhir, penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Indonesia menunjukkan perkembangan yang pesat. Perkembangan ini dapat dilihat dari penggunaan Internet dalam rumah tangga yang mencapai angka 78,18%. Kemudian penggunaan internet ini kemudian diikuti dengan pertumbuhan penduduk yang menggunakan telepon seluler pada tahun 2020 mencapai angka 62,84% sedangkan pada penggunaan telepon tetap kabel pada rumah tangga mengalami penurunan dari tahun ke tahun, pada tahun 2016 persentase rumah tangga yang memiliki/menguasai telepon kabel sekitar 3,49 persen, turun menjadi 1,65 persen pada tahun 2020. Hal ini menunjukan bahwa tidak bisa dipungkiri, angka penggunaan media sosial juga terus meningkat serta pendapatan informasi yang bersumber dari media sosial itu sudah sangat lazim di masyarakat. Sehingga ini dengan hal ini dapat memudahkan mahasiswa dalam mengsosialisasikan program vaksinasi.

Dalam mengsosialisasikan program vaksinasi Covid-19, mahasiswa keperawatan tidak cukup hanya dengan memanfaatkan media sosial saja. Mengingat kemampuan literasi dan pemahaman setiap orang berbeda-beda. Karena ada sebagian orang yang baru melihat sebuah informasi saja sudah mengerti, namun ada sebagian lagi yang belum mengerti ketika melihat informasi.  Sebagian orang itulah yang tentunya membutuhkan sebuah penjelasan atau seorang edukator/penyuluh yang dapat menjelaskan mengenai apa yang didapatkannya dari media sosial tersebut. Ini dilakukan supaya dapat mencegah adanya penyebaran informasi-informasi yang kurang akurat (hoax) di kalangan masyarakat yang nantinya dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diharapkan mengenai vaksin Covid-19.

Oleh karena itu, diperlukan pendekatan secara interpersonal maupun intrapersonal melalui sebuah komunikasi yakni komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar dan dilakukan untuk membantu penyembuhan/pemulihan klien sekaligus meningkatkan status derajat kesehatan klien dalam hal ini juga masyarakat. Komunikasi terapeutik ini dapat meningkatkan pemahaman dan dapat membantu membina hubungan yang baik dan saling percaya antara mahasiswa keperawatan dan masyarakat. Selain itu, komunikasi ini terbilang efektif karena dapat membantu mahasiswa keperawatan dalam mengsosialisasikan program vaksinasi Covid-19 kepada masyarakat dan juga masyarakat mampu menerima informasi yang diberikan sehingga terjalin kerjasama yang baik antara mahasiswa keperawatan dan masyarakat (Ditha Prasanti, 2017:54).

Melalui teknik komunikasi terapeutik, yakni dengan mahasiswa menunjukkan penerimaan melalui ekspresi wajah dan gerakan tubuh dan mendengarkan secara aktif dengan menggunakan seluruh indra telah menunjukkan bahwa mahasiswa menerima segala jenis keluhan, komplain, aduan masyarakat sehingga hal ini dapat membuat masyarakat lebih terbuka mengenai keadaan yang membuat mereka tidak inginn divaksin (Ayu Astika dan Rasianna BR., 2019:16). Kemudian, teknik komunikasi terapeutik yang dapat dilakukan oleh mahasiswa keperawatan yakni diam sesaat dan mendengarkan seluruh informasi yang diberikan serta berusaha untuk meyakinkan. Terkadang ketika kita diam saat seseorang sedang berbicara itu akan membuat seseorang itu merasa bahwa kita mau menunggu dirinya selesai berbicara dan dia akan merasa dihormati dan diperhatikan.

Selanjutnya adalah menyimpulkan. Mahasiswa harus mampu untuk mengambil point penting dari percakapan tersebut dan mengklarifikasinya kepada klien ataupun masyarakat dengan kesimpulan yang telah dibuat. Mahasiswa yang mampu menyimpulkan setiap informasi dengan baik, maka akan memberikan sebuah cara berkomunikasi yang baik dan efektif.

Dengan mengoptimalkan peran mahasiswa dalam mensosialisasikan program vaksinasi melalui pemanfaatan media sosial dan seni komunikasi terapeutik, maka pelaksanaan program vaksinasi Covid-19 di kalangan masyarakat dapat tercapai sehingga dapat mewujudkan Indonesia yang sehat, kuat dan cerdas di era normalisasi pasca pandemi ini.


Referensi:

  • Diolah dari berbagai sumber

9 Comments

Leave a Comment