Tulisan oleh: Beni Sudiastono (Kepala Perawat dan Instruktur)
Salah satu permasalahan utama di dalam penanganan pasien dalam kondisi tidak sadar adalah menjaga agar jalan napas tetap lancar. Namun, dari sekian banyak hambatan pada jalan napas yang terjadi kebanyakan disebabkan oleh jatuhnya lidah sehingga menutup batang tenggorokan atau Trachea. Kondisi ini malah justru akan memperberat kondisi pasien karena berkurangnya sirkulasi Oksigen ke dalam tubuh.
Tindakan pemasangan intubasi Trachea memang selama ini merupakan standar premium untuk mempertahankan kelancaran jalan napas pasien. Tetapi di sisi lain banyak sekali kendala yang mungkin kita jumpai saat akan melakukan pemasangan Intubasi. Sumber daya dengan jam pelatihan yang kurang atau lapang pandang yang terbatas, selalu menjadi kendala paling sering di dalam prosedur pertolongan pasien. Selain itu, jarak ke fasilitas medis penunjang tingkat lanjut juga masih belum merata disetiap tempat. Jadi, terkadang alih-alih mempertahankan kondisi pasien, namun yang terjadi adalah perburukan kondisi yang tidak terduga.
Sebagai perawat di lapangan, kemampuan untuk mempertahankan kelancaran jalan napas selalu menjadi tantangan nomor satu dalam prosedur pertolongan gawat darurat. Selama pelatihan mungkin ada beberapa tehnik yang diajarkan dan bisa dilakukan untuk membantu mencegah terjadinya kondisi di atas, mulai dari yang sederhana hingga lanjut, seperti di bawah ini:
- Membuka jalan napas dengan reposisi kepala, Jaw Thrust atau Head Tilt-Chin
Lift - Menggunakan Oropharyngeal Airway (OPA/Guedel) atau Nasopharyngeal
Airway (NPA) - Menggunakan BIAD (Blind Insertion Airway Device), contoh: Laryngeal Mask
Airway (LMA) - Paling puncak dari support jalan napas yang bisa dilakukan, adalah:
pemasangan Endo Tracheal Tube (ETT-Intubasi)
Keberadaan BIAD sebagai alat penunjang perawat di lapangan dalam membuka jalan napas, secara signifikan sangat membantu sekali. Apalagi, jika diperhatikan bahwa alat ini tidak membutuhkan skill atau jam terbang yang tinggi di dalam aplikasinya. Hasil komparasi antara penggunaan Supreme Laryngeal Mask Airway (SLMA) dan Intubasi Endotracheal dalam manajemen anesthesia selama prosedur Sectio Cesarean di Rumah Sakit Ibu dan Anak Quanzhou Women’s and Children’s Hospital, Propinsi Fujian China menunjukan bahwa penggunaan SLMA 95% lebih efisien dari konsumsi waktu dalam pemberian bantuan napas yang efektif1.
Adapun penggunaan alat SLMA ini sangat sederhana, dan bisa dilakukan oleh perawat manapun dengan pelatihan yang cukup singkat. Secara sederhana, boleh dikatakan bahwa alat ini dapat diandalkan untuk mencegah perburukan kondisi pasien dalam kondisi tidak sadar. Selain itu SLMA juga dapat digunakan sebagai pemandu pemasangan Tube ETT jika memang prosedur pemasangan intubasi sangat dibutuhkan. SLMA akan menjadi pipa yang akan mengarahkan ETT untuk bisa masuk kepada target organ yang dituju yaitu Trachea.
Alat bantu napas (SLMA) ini dapat diaplikasikan pada pasien dengan langkah-langkah, sebagai berikut:
Persiapan alat:
- Supreme Laryngeal Airway (SLMA) dengan ukuran yang sesuai dengan berat badan pasien2
-
Ukuran Mask LMA Berat Badan (Kg) Perkiraan Usia (Tahun) 2.5 20 – 30 5 – 10 3 30 – 60 10 – 15 4 60 – 80 >15 5 >80 >15
-
- Jel untuk lubrikasi dengan bahan dasar air, untuk melumasi permukaan SLMA
- Syringe 50 ml untuk mengembangkan balon Masker SLMA, lakukan test
kebocoran sebelum melakukan pemasangan dengan mengembangkan balon
masker sebagian. - Alat pengukur saturasi udara atau SpO2, atau juga bisa menggunakan
monitor yang lengkap dengan alat EtCO2. - Alat bantu pompa napas atau yang sering diebut Ambu Bag.
- Alat Pelindung Diri (APD) level 2 untuk suasana pandemi
Kontra Indikasi Pemasangan SLMA:
- Pembukaan rongga mulut yang terbatas atau sempit.
- Ada kelainan Pharing/Laring yang bisa berpotensi sebagai penyulit, atau
pasien mederita penyakit pada Pharing/Laring yang mempersulit pemasangan
SLMA. - Terdapat tahanan pada jalan napas selama pemasangan meskipun sudah
menggunakan metode yang benar. - Paru-paru yang tidak bisa mengembang dengan sempurna, karena kaku
maupun karena proses mengembang dan menguncup paru-paru yang tidak
sempurna.
Cara Pemasangan:
- Dengan menggunakan tangan yang dominan memegang alat SLMA, Seperti memegang pensil. Sedangkan tangan yang tidak dominan menopang kepala membentuk posisi bersin “Sniffing Position”. Posisi alat, lumen (lubang ) SLMA menghadap ke lidah
- Masukan ke mulut pasiendan dorong perlahan menuju ke bagian belakang lidah
- Menggunakan jari telunjuk tangan yang dominan mendorong hingga menyentuh bagian belakang lidah atau Oropharing
- Lakukan fiksasi dengan mengembangkan balon masker SLMA, lalu hubungkan ke alat bantu untuk memompa napas atau Ambu bag
Meskipun terlihat sangat mudah di dalam aplikasinya namun ada beberapa hal yang bisa mencetuskan komplikasi selama pemasangan alat SLMA ini, diantaranya yaitu: Spasme Laring yang disebabkan oleh trauma iritasi pada Oropharing selama pemasangan. Namun, seluruh komplikasi ini dapat dikurangi dengan metode pemasangan yang benar disertai latihan penyegaran penggunaan alat jika diperlukan.
Akhir kata, kebutuhan untuk mempertahankan kelancaran jalan napas dalam pertolongan gawat darurat medis, merupakan salah satu tantangan besar bagi seluruh tenaga kesehatan termasuk profesi Perawat khususnya. Keberadaan alat bantu napas seperti SLMA yang sangat praktis dan bisa digunakan secara cepat akan sangat membantu keefektifan dalam tidakan pertolongan medis di lokasi yang mungkin jauh dari jangkauan fasilitas medis lanjut.
Metode pemasangan yang tepat akan meningkatkan perfusi di dalam jaringan atau sel-sel tubuh seiring dengan peningkatan tanda-tanda kehidupan yang diharapkan. Walau tidak bisa dikatakan sebagai penanganan yang ideal namun setidaknya kehadiran peralatan seperti SLMA ini paling tidak akan mampu menjadi solusi dengan segala keterbatasan saat ini baik dari segi sumber daya maupun jarak yang terbentang.
Referensi:
- Yao, W.Y., Li, S.Y., Yuan, Y.J. et al. Comparison of Supreme laryngeal mask airway versus endotracheal intubation for airway management during general anesthesia for cesarean section: a randomized controlled trial. BMC Anesthesiol 19, 123 (2019). https://doi.org/10.1186/s12871-019-0792-9
- Cook T, Howes B. Supraglottic airway devices: recent advances. Continuing Education in Anaesthesia, Critical Care & Pain. 2010; 11(2): 56-61