Dekubitus merupakan masalah banyak dialami pasien di rumah sakit dengan keadaan imobilisasi. Dekubitus merupakan masalah sekunder yang terjadi sebagai dampak lanjut terhadap masalah kesehatan yang menyebabkan penderita mengalami imobiliasi. Imobiliasai merupakan ketidakmampuan transfer atau berpindah posisi atau tirah baring selama 3 hari atau lebih.

Dekubitus merupakan kondisi dimana terjadi kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dibawahnya bahkan dapat menembus otot sampai mengenai tulang. Ini terjadi karena adanya tekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Timbulnya luka dekubitus diawali dengan terjadinya kompresi berkepanjangan pada jaringan lunak antara tonjolan tulang dan permukaan yang padat.



Kejadian dekubitus di rumah sakit harus dicegah, adanya angka kejadian dekubitus di rumah sakit berdampak pada indikator mutu pelayanan dan keselamatan pasien di rumah sakit tersebut. Dekubitus adalah masalah yang serius yang harus dicegah dan jika telah terjadi dapat segera ditangani dengan baik. Berikut cara mencegah dan intervensi awal pasien dengan dekubitus.

  • Kaji risiko individu terhadap kejadian dekubitus.
  • Kaji faktor risiko pada saat pasien memasuki RS. Salah satu instrumen yang dapat digunakan mengkaji dekubitus adalah skala Braden dan Norton
  • Identifikasi kelompok yang memiliki risiko tinggi. Misalnya lansia (>60 tahun), bayi dan neonatal, pasien injuri tulang belakang yang mempunyai risiko tinggi terjadi dekubitus.
  • Kaji keadaan kulit secara teratur setidaknya sehari sekali.
  • Kaji status mobilitas. Lakukan perubahan posisi. Berikan posisi lateral dan gunakan bantal untuk menopang daerah tumit, lutut, dan daerah lainnya yang mengalami tekanan, ini berguna meminimalisir tekanan pada tubuh pasien.
  • Sebisa mungkin menghindari tekanan.
  • Kaji dan minimalkan pergesekan  (fiction) dan tenaga yang merobek (shear). Kulit yang lembab mengakibatkan mudahnya terjadinya pergeseran dan perobekan jaringan.
  • Kajilah inkontinensia. Kelembapan disebabkan inkontinensia dapat menyebabkan maserasi.
  • Kaji status nutrisi. Pasien dengan dekubitus biasanya memiliki serum albumin dan hemoglobin yang lebih rendah bila dibandingkan dengan mereka yang tidak terkena dekubitus.  Kajilah status nutrisi meliputi berat badan, asupan makanan, pencernaan, riwayat pembedahan atau intervensi lainnya yang dapat memengaruhi asupan nutrisi.
  • Kajilah faktor yang menunda status penyembuhan. Penyembuhan luka dapat terjadi kegagalan pada pasien dengan malignasi, diabetes, gagal jantung, gagal ginjal, pneumonia. Obat-obat seperti steroid, agen imunosupresif, atau obat anti kanker juga dapat mengganggu penyembuhan luka.
  • Evaluasi penyembuhan luka. Dekubitus stadium II baiknya menunjukan perbaikan pada kurun waktu satu hingga dua minggu. Bila kondisi luka memburuk atau terjadi deteriorasi pada luka, evaluasilah luka secepatnya.
    • Deskripsi dari dekubitus meliputi, lokasi, tipe jaringan (granulasi, nekrosis, parut), ukuran luka, eksudat (jumlah, tipe, karakter, bau), serta ada tidaknya infeksi.
    • Stadium dari dekubitus.
    • Kondisi kulit sekeliling luka
    • Nyeri pada luka
  • Parameter lain untuk melihat proses penyembuhan luka dekubitus gunakalnya instrumen pressure score status tool (PSST) dan presure ulcer scale for healing PUSH).
  • Kajilah komplikasi potensial dari dekubitus misalnya abses, osteomielitis, fistula.
  • Berilah edukasi kepada pasien dan keluarga terkait dekubitus untuk membantu proses penyembuhan.

Sumber:

  • Nursalam, 2011. Manajemen Keperawatan Ed. 3. Jakarta: Salemba Medika
  • Sulidan & Susilowati, 2017. Pengaruh tindakan pencegahan terhadap kejadian dekubitus pada lansia imobilisasi. MEDISAINS